Jakarta: Dalam dua tahun terakhir, kemasan makanan berbahan busa polistirena (atau dikenal dengan Styrofoam) menjadi isu hangat di Indonesia. Kemasan makanan ini disebut tidak ramah lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia.
Namun, nyatanya tidak demikian. Menurut Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran ITB, Ir. Akhmad Zainal Abidin, M.Sc., Ph.D, polistirena busa merupakan bahan organik. Unsur yang membentuk polistirena busa adalah karbon, oksigen, hidrogen dan nitrogen. Komposisi plastik di dalam kemasan makanan polistirena hanya sebesar 5-10 persen, selebihnya adalah udara.
Isu polistirena mengemuka ketika terjadi banjir di Bandung, tahun lalu. Banyak kemasan makanan polistirena mengapung di atas banjir. “Justru karena kemasan polistirena mengapung, ia tidak menyebabkan banjir. Karena 95 persen terbuat dari udara, kemasan ini tidak bisa tenggelam dan menyumbat saluran. Yang menyebabkan banjir adalah sampah lain yang menyumbat dan manajemen sampah yang tidak baik,” kata Zainal.
Penggunaan kemasan makanan dari polistirena juga menjadi kontroversi ketika banyak orang percaya bahwa bahan utama yang secara ilmiah dikenal dengan “stirena” tidak aman untuk kesehatan dan berdampak buruk bagi tubuh manusia.
Stirena adalah zat kimia yang terdapat dalam makanan pokok yang biasa dikonsumsi seperti stroberi, kopi, dan kacang. “Jumlah stirena yang ada dalam kemasan makanan yang terbuat dari polistirena adalah 0-39 ppm (part per million), di mana jumlah ini jauh di bawah standard arahan European Union Directive Migration Limit secara keseluruhan <1000ppm, dan berdasarkan WHO/FAO <5000ppm,” kata Zainal.
Berikut ini, tujuh fakta tentang kemasan polistirena berikut dampaknya terhadap kesehatan tubuh, lingkungan, dan ekonomi.
1. Terbaik untuk Menjaga Mutu Makanan
(Foto:Shutterstock)
Karena sifatnya yang kokoh, ringan, dan dapat mengisolasi panas dengan baik, kemasan ini cocok digunakan dalam pengiriman makanan segar. Kemasan berbahan busa polistirena mampu menahan dingin di dalamnya dalam waktu lama. Itu sebabnya mengapa pengiriman lobster segar menggunakan kemasan ini.
2. Ekonomis
Harga satuan kemasan ini biasa dibanderol Rp200 hingga Rp300. Bagi pedagang kaki lima, harga ini sangat ideal dan tidak membebani konsumen. Berbeda dengan kemasan berbahan kertas yang dibanderol Rp1.600 hingga Rp2 ribu.
3. Daur Hidupnya Paling Hemat Energi
Produk dari busa polistirena 50 persen lebih hemat energi dibandingkan kemasan berbahan kertas yang dilapisi plastik, dan 30 persen lebih hemat energi jika dibandingkan pembungkus makanan dari PLA (berbahan mentah jagung).
Proses produksi busa polistirena mengkonsumsi air jauh lebih sedikit dibandingkan kemasan alternatif lain, empat kali lebih sedikit dari pada pembungkus makanan dari PLA. Kemasan busa polistirena dua hingga lima kali lebih ringan dibandingkan kemasan kertas padanannya, sehingga mengurangi emisi karbon dioksida ke udara pada pengangkutan produk.
4. Aman bagi Kesehatan
Stirena tak sama dengan polistirena. Kedua zat ini ibarat karbon dan berlian. Seperti halnya karbon, stirena adalah zat kimia. Sedangkan Polistirena layaknya berlian yang terbentuk dari karbon, adalah hasil olahan stirena yang aman digunakan. Kemasan makanan berbahan busa polistirena mengandung 90-95 persen udara, dan selebihnya adalah polistirena. Residu stirena yang terpapar ke makanan dalam batas sangat aman, yakni 10-45 ppm. Batas standar aman BPOM dan WHO adalah 5.000 ppm.
5. Kemasan Makanan Paling Berkelanjutan bagi Lingkungan
Keberkelanjutan (sustainability) bagi lingkungan bukan dilihat dari kemudahan membusuk (biodegradability) suatu bahan, tetapi dari siklus atau daur hidupnya yang lebih ramah lingkungan. Mulai dari bahan baku, cara produksi, penggunaan produk, hingga proses daur ulang sampah yang paling sedikit memakan energi, tidak menimbulkan pemanasan global, dan sumber daya alam yang dipakai tidak berlebihan.
Kemasan makanan dari polistirena sangat hemat dalam proses pembuatan dan pemakaian, dari sisi pendaur-ulangan sampah juga punya potensi lebih baik karena dapat didaur ulang (recycled) atau diperoleh ulang (recovery) menjadi barang baru seperti kemasan polistirena untuk elektronik, beton ringan, dan absorber sulfur.
Di sisi lain, bahan kemasan makanan alternatif, seperti kemasan makanan kertas berlapis, sangat susah dan lebih mahal untuk didaur ulang, dan membutuhkan sekitar 50 persen lebih banyak energi dan air untuk diproduksi.
6. Sampahnya Bernilai Ekonomis
Dari timbunan sampah yang ada di Indonesia, sampah plastik dan kemasan makanan (termasuk polistirena) adalah yang paling dicari para pemulung karena lebih bernilai ekonomis.
7. Dilegalkan di Beberapa Negara
Layaknya di Indonesia, pemerintah Inggris, Jerman, Amerika Serikat, dan Kanada tidak melarang pemakaian kemasan makanan dari busa polistirena. Justru mereka membuat sistem pengolahan sampah yang sangat baik, untuk memastikan sampah kemasan ini dapat dipergunakan secara maksimal.
Produk Kreatif Lainnya dari Daur Ulang Busa PS
Di Indonesia, edukasi mengenai manfaat penggunaan kemasan polistirena telah dimulai oleh PT Trinseo Materials Indonesia. Produsen plastik, lateks dan karet sintetis ini mengunjungi sekolah SD Saraswati 3, Denpasar, Bali untuk memberikan kelas seni kreatif kepada anak-anak dari bahan polistirena daur ulang.
Menggandeng Surani, seorang seniman daur ulang polistirena dari Jakarta, Trinseo mengajarkan anak-anak untuk memanfaatkan kemasan makanan polistirena bekas menjadi barang bernilai ekonomis, seperti lukisan dan patung maskot Asian Games 2018.
Kegiatan tersebut merupakan bagian dari konsep 5R dalam manajemen sampah. 5R yaitu Reduced, Reused, Recycled, Recovery, dan Research.
Pada Recovery, material sampah polistirena dapat dipecah, dipulihkan, dan diproduksi menjadi produk kimia yang bermanfaat, seperti monomer stirena dan material pembersih sulfur pada solar (sulfur absorbance of light diesel oil) dan nafta.
Research berarti menciptakan teknologi baru dan maju dari penggunaan sampah polistirena seperti mengubah sampah polistirena busa menjadi panel beton ringan.
Kemasan makanan dari plastik dan polistirena dapat didaur-ulang langsung menjadi aneka produk lainnya. Untuk polistirena sendiri, bekas kemasan tersebut dapat dipecah kembali dan dijadikan sebuah produk baru. Di sini lah letak “sustainability” dari polistirena. Semua sampah polistirena dapat digunakan secara maksimal untuk diciptakan menjadi produk baru. Oleh karena itu, perlu manajemen sampah yang lebih baik agar semua ini mudah untuk dilaksanakan.
sumber : metrotvnews